Minggu, 07 September 2014

SKRIPSI GUSTI MAHA PUTRI 2410.024



PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE
TIPE STRUCTURED NUMBER HEAD (SNH)
PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA
DI  KELAS X MAN 1 PAYAKUMBUH
TAHUN PELAJARAN 2013/2014

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana
Program Strata Satu (S-1) Pendidikan Matematika





Oleh:

GUSTI MAHA PUTRI
NIM : 2410.024







PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
SJECH M. DJAMIL DJAMBEK BUKITTINGGI
2014 M/1435 H




ABSTRAK


Gusti Maha Putri/2410.024/2014 : PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE TIPE STRUCTURED NUMBER HEAD (SNH) PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA DI KELAS X MAN 1 PAYAKUMBUH TAHUN PELAJARAN 2013/2014

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pembelajaran yang masih terpusat pada guru, kurangnya aktivitas siswa dan siswa kurang bertanggungjawab melaksanakan tugas yang diberikan guru, siswa merasa kesulitan dalam menyelesaikan soal. Akibatnya, hasil belajar siswa rendah. Hasil belajar matematika siswa rata-rata di bawah KKM yang telah ditetapkan yaitu 70 dalam hal ini dilihat dari nilai ujian mid semester II tahun pelajaran 2013/2014 di kelas X MAN 1 Payakumbuh. Upaya yang diduga dapat mengatasi masalah tersebut adalah dengan menerapkan model pembelajaran Cooperative tipe Structured Number Head (SNH). Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana aktivitas siswa dalam model pembelajaran Cooperative tipe Structured Number Head (SNH), serta apakah hasil belajar matematika siswa yang mengikuti model pembelajaran Cooperative tipe Structured Number Head (SNH) lebih baik daripada siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional di kelas X MAN 1 Payakumbuh tahun pelajaran 2013/2014. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran Cooperative tipe Structured Number Head (SNH), serta mengetahui apakah hasil belajar matematika siswa yang mengikuti model pembelajaran Cooperative tipe Structured Number Head (SNH) lebih baik daripada siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional di kelas X MAN 1 Payakumbuh tahun pelajaran 2013/2014. Hipotesis dalam penelitian ini adalah “Hasil belajar matematika siswa yang mengikuti model pembelajaran Cooperative tipe Structured Number Head (SNH) lebih baik daripada siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional di kelas X MAN 1 Payakumbuh tahun pelajaran 2013/2014”.
Jenis penelitian ini adalah pra eksperimen dengan rancangan penelitian The Static Group Comparison Design. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X MAN 1 Payakumbuh. Pengambilan sampel dilakukan secara acak dengan terlebih dahulu dilakukan uji normalitas, homogenitas dan kesamaan rata-rata pada data populasi. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas X.1 sebagai kelas eksperimen dan kelas X.3 sebagai kelas kontrol. Data penelitian aktivitas siswa diperoleh dari lembar observasi dan data hasil belajar matematika siswa diperoleh dari tes hasil belajar.
Berdasarkan analisis data hasil observasi, aktivitas siswa dengan model pembelajaran Cooperative tipe Structured Number Head (SNH) dengan persentase 79,75% tergolong pada kategori aktif. Pengolahan data hasil tes akhir dihitung dengan menggunakan uji-t. dengan hasil thitung = 2.02 dan ttabel = 1,68. Karena thitung > ttabel berarti H0 ditolak pada taraf nyata α = 0.05, serta dengan menggunakan software MINITAB diperoleh Pvalue = 0,026 yang artinya Pvalue < α  dengan α = 0.05. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa tolak H0 dan terima H1. Dapat disimpulkan bahwa Hasil belajar matematika siswa yang mengikuti model pembelajaran Cooperative tipe Structured Number Head (SNH) lebih baik daripada siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional di kelas X MAN 1 Payakumbuh tahun pelajaran 2013/2014”.
 

Minggu, 27 Januari 2013

PROPOSAL MP3M


PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN AKTIF (ACTIVE LEARNING) TIPE QUIZ TEAM  DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA SISWA KELAS VIII MTsN PILADANG TAHUN PELAJARAN 2012/2013

PROPOSAL
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Terstruktur Pada Mata Kuliah
Metodologi Penelitian Pendidikan Dan Pembelajaran Matematika

Oleh:
GUSTI MAHA PUTRI
2410. 024

Dosen Pembimbing:
M. IMAMUDDIN, M. Pd

PRODI PENDIDIKAN  MATEMATIKA JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
SJECH M. DJAMIL DJAMBEK
BUKITTINGGI
2013 M/1434 H


DAFTAR ISI

                                                                                                                          Halaman
KATA PENGANTAR................................................................................             i
DAFTAR ISI ...............................................................................................          ii
BAB I : PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang .........................................................................          1
B.      Identifikasi Masalah .................................................................         10
C.      Batasan Masalah .......................................................................         11
D.       Rumusan Masalah ....................................................................         11
E.       Tujuan Penelitian ......................................................................         11
F.       Defenisi Operasional.................................................................         12
G.       Kegunaan  Penelitian ...............................................................         13
BAB II : KAJIAN PUSTAKA
A.    Belajar dan Pembelajaran ..........................................................         15
B.     Pembelajaran Matematika .........................................................         16
C.     Model Pembelajaran tipe quiz team...........................................         17
D.    Pembelajaran Konvensional ......................................................         19
E.     Aktifitas Siswa...........................................................................         23
F.      Respon Siswa.............................................................................         25
G.    Hasil Belajar...............................................................................         26
H.    Penelitian yang Relevan.............................................................         29
I.       Kerangka Konseptual.................................................................         29
J.       Hipotesis....................................................................................         31

BAB III : METODE PENELITIAN
A.      Jenis Penelitian..........................................................................         32
B.      Rancangan Penelitian................................................................         33
C.      Populasi dan Sampel.................................................................         33
D.       Variabel ....................................................................................         40
E.       Jenis dan Sumber Data..............................................................         40
F.       Prosedur Penelitian....................................................................         41
G.       Instrument penelitian................................................................         44
H.      Teknik Analisis Data.................................................................         50
DAFTAR PUSTAKA
 
BAB I
                          PENDAHULUAN                             

A.      Latar Belakang Masalah
Belajar dan menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap orang agar memperoleh ilmu pengetahuan. Allah SWT telah menyebutkan dalam Al-Qur’an bahwa manusia yang mencari ilmu pengetahuan akan ditinggikan derajatnya, sebagaimana dalam al-Qur’an surat Al- Mujadillah ayat 11 yang berbunyi:
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sŒÎ) Ÿ@ŠÏ% öNä3s9 (#qßs¡¡xÿs? Îû ħÎ=»yfyJø9$# (#qßs|¡øù$$sù Ëx|¡øÿtƒ ª!$# öNä3s9 ( #sŒÎ)ur Ÿ@ŠÏ% (#râà±S$# (#râà±S$$sù Æìsùötƒ ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_uyŠ 4 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ׎Î7yz ÇÊÊÈ  
Artinya:Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Ayat di atas menjelaskan bahwa orang-orang yang menuntut ilmu dan memiliki ilmu pengetahuan maka Allah akan meninggikan derajatnya. Ini memperlihatkan betapa pentingnya menuntut ilmu yang terjadi dalam pendidikan. Orang-orang yang menuntut ilmu dan memiliki ilmu pengetahuan memiliki keutamaan dibanding orang yang tidak memiliki ilmu pengetahuan, dan ilmu pengetahuan dapat diperoleh melalui proses belajar. Proses belajar yang dilalui oleh seseorang tidak terbatas hanya untuk kalangan dan usia tertentu saja, melainkan dapat dilakukan oleh setiap orang, kapan dan dimanapun mereka berada.
Menurut Undang–Undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 tahun 2003 pasal 1 menyatakan bahwa: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif  mengembangkan potensi diri untuk memiliki kebutuhan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, Bangsa, dan Negara. Selanjutnya, undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 pasal 3 mengemukakan tujuan Pendidikan Nasional adalah untuk  berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa kepada tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Guna mencapai tujuan pendidikan tersebut diperlukan proses pendidikan. Keberhasilan suatu pendidikan salah satunya ditentukan oleh bagaimana proses belajar mengajar itu berlangsung. Selain itu, proses interaksi belajar pada prinsipnya tergantung pada siswa dan guru. Guru dituntut untuk menerapkan suasana belajar mengajar yang efektif. Sedangkan siswa dituntut adanya semangat dan dorongan untuk aktif dalam proses belajar mengajar. Sehingga keberhasilan belajar dalam bidang kognitif, afektif, dan pskomotorik dapat tercapai.
Matematika adalah salah satu disiplin ilmu yang mempunyai peranan penting dalam kehidupan sehari-hari, karena dibutuhkan dalam memecahkan berbagai masalah. Hal ini sesuai dengan pendapat Erman Suherman yang menyatakan bahwa “ para pelajar memerlukan matematika untuk memenuhi kebutuhan praktis memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, misalnya dapat berhitung, dapat menghitung isi dan berat, dapat mengumpulkan, mengolah, manyajikan dan menafsirkan data, dapat menggunakan kalkulator dan komputer.[1] Selain itu agar siswa mampu mengikuti pelajaran matematika lebih lanjut, untuk membantu memahami bidang studi lain, serta dapat digunakan dalam kehidupan yang lebih luas.
Matematika adalah suatu mata pelajaran yang memiliki kedudukan yang sangat penting bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, namun banyak orang menganggap matematika sebagai pelajaran yang sulit dikuasai oleh siswa, sehingga matematika menjadi mata pelajaran yang kurang disenangi. Anggapan ini muncul karena penyampaian materi yang sering berbelit-belit dan menggunakan bahasa yang sulit untuk dipahami. Ketidaksenangan siswa terhadap mata pelajaran ini kemungkinan juga disebabkan oleh sukarnya memahami pelajaran matematika itu sendiri. Ini dapat berpengaruh terhadap hasil belajar matematika  siswa tersebut.
Proses pembelajaran matematika sebaiknya memenuhi keempat pilar pendidikan masa datang yaitu:
1.    Proses ”learning to know” : siswa memiliki pemahaman dan penalaran yang bermakna terhadap produk dan proses matematika (apa, bagaimana, dan mengapa) yang memadai.
2.    Proses “learning to do” : siswa memiliki keterampilan dan dapat melaksanakan proses matematika (doing math) yang memadai untuk memacu peningkatan perkembangan intelektualnya.
3.    Proses ”learning to be” : siswa dapat menghargai atau mempunyai apresiasi terhadap nilai-nilai keindahan akan produk dan proses matematika yang ditunjukkan dengan sikap senang belajar, bekerja keras, ulet, sabar, disiplin, jujur serta mempunyai motif berprestasi dan rasa percaya diri.
4.    Proses ”learning to live together in peace and harmoni” : siswa dapat bersosialisasi dan berkomunikasi dalam metematika melalui bekerja atau belajar bersama, saling menghargai pendapat orang lain dan sharing ideas.[2]

Bersamaan dengan adanya keempat pilar pendidikan masa datang tersebut hendaknya proses pembelajaran matematika dapat dilaksanakan berdasarkan keempat pilar tersebut agar dapat menjadikan proses pembelajaran matematika menjadi lebih bermakna.
Menyadari pentingnya matematika dalam kehidupan, seharusnya mata pelajaran matematika merupakan mata pelajaran yang menarik dan menyenangkan. Agar siswa tertarik mengikuti pembelajaran matematika, maka seharusnya pembelajaran matematika dilaksanakan dengan cara yang menarik, menyenangkan, dan melibatkan siswa secara aktif. Hal ini sejalan dengan pendapat Oemar Hamalik yang menjelaskan bahwa guru dan siswa senantiasa dituntut agar menciptakan suasana lingkungan belajar yang baik dan menyenangkan, menantang dan menggairahkan[3]. Keterlibatan siswa dalam kegiatan pembelajaran dan pelaksanaan pembelajaran yang menyenangkan diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan di MTsN Piladang pada tanggal 3 Januari 2013, peneliti melihat bahwa pembelajaran matematika yang dilakukan belum optimal sehingga pencapaian tujuan pembelajaran matematika yang diharapkan belum tercapai. Pada pembelajaran, siswa masih cenderung terpusat kepada guru atau peran guru di kelas lebih dominan dibandingkan siswa. Hal ini terlihat ketika pembelajaran berlangsung, materi diberikan oleh guru, defenisi dan rumus juga diberikan, penurunan rumus dan penyelesaian soal dilakukan sendiri oleh guru, kegiatan siswa adalah mendengar dan membuat catatan, serta mengerjakan latihan yang diberikan oleh guru. Ketika guru meminta siswa mengajukan pertanyaan tentang hal-hal yang tidak mereka pahami, siswa tersebut malas bertanya dan hanya diam. Siswa juga merasa tidak percaya diri untuk menjawab ataupun memberikan pertanyaan/tanggapan secara terbuka, baik kepada guru maupun teman sebayanya.
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang guru bidang studi matematika, beliau mengatakan bahwa banyak siswa yang tidak tertarik dengan materi yang diberikan, dan dalam belajar kelompok siswa yang ingin belajar hanyalah siswa yang pintar saja sedangkan siswa yang lain mengharapkan dari temannya yang pintar saja.
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa siswa, mereka berpendapat bahwa matematika merupakan pelajaran yang sangat menakutkan, terlalu banyak rumus sehingga susah untuk dihafal, dalam menyelesaikan soal cerita, soalnya susah untuk dipahami.
Untuk mengatasi permasalahan di atas, maka seorang guru diharapkan mampu menciptakan proses pembelajaran yang dapat melibatkan para siswa secara aktif, membantu mereka untuk dapat mengaitkan materi pelajaran dengan konteks kehidupan nyata siswa serta dapat meningkatkan minat, aktivitas dan hasil belajar siswa.
Secara umum terlihat bahwa motivasi belajar siswa kurang sehingga aktifitas siswa dalam pembelajaran belum berkembang secara optimal. Salah satu faktor penyebabnya adalah berasal dari dalam diri siswa sendiri, siswa menganggap bahwa matematika merupakan pelajaran yang sulit dan mengandung bahasa yang rumit. Hal ini tergambar dari sikap siswa, seperti siswa merasa kurang percaya diri ketika menjawab ataupun mengajukan pertanyaan kepada guru.
Selain itu, siswa juga tidak termotivasi bekerjasama dengan teman sebayanya saat menyelesaikan soal yang diberikan guru. Hal ini terlihat dari kurangnya aktifitas siswa berdiskusi dengan temannya untuk mengerjakan tugas yang diberikan guru. Beberapa siswa tertentu saja yang mau mengerjakan tugas yang diberikan guru, sedangkan siswa yang lain menunggu pekerjaan temannya selesai agar dapat mencontoh, bahkan ada juga yang tidak mengerjakan tugas sama sekali. Masalah ini jika dibiarkan berlanjut akan berakibat kepada aktifitas dan hasil belajar yang diperoleh siswa.
Selain faktor dari dalam diri siswa, faktor guru dan model pembelajaran yang digunakan juga berperan penting atas rendahnya aktifitas dan respon siswa dalam mengikuti pembelajaran. Guru cenderung memperhatikan kelas secara keseluruhan sehingga perbedaan individual ataupun kelompok kurang mendapat perhatian. Pembelajaran hendaknya memperhatikan perbedaan-perbedaan individual anak tersebut, sehingga pembelajaran benar-benar dapat merubah kondisi anak dari yang tidak tahu menjadi tahu dan dari yang berperilaku yang kurang baik menjadi baik. Faktor lain juga telihat dari perlakuan guru yang masih menggunakan model pembelajaran yang cenderung sama setiap kali pertemuan di kelas berlangsung. Hal ini menyebabkan kurangnya minat dan respon siswa terhadap pembelajaran karena tidak adanya variasi dari cara mengajar guru.
Konsekuensi dari pendekatan pembelajaran seperti ini adalah terjadinya kesenjangan yang nyata antara anak yang cerdas dan anak yang kurang cerdas dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Kondisi seperti ini mengakibatkan tidak diperolehnya ketuntasan dalam belajar, sehingga sistem belajar tuntas terabaikan. Salah satu indikasi dapat dilihat dari rendahnya hasil belajar yang diperoleh siswa. Hal ini dapat dilihat dari persentase jumlah siswa yang memperoleh hasil belajar rendah berdasarkan Ketuntasan Kompetensi Minimal (KKM) yang telah ditetapkan oleh MTsN Piladang yaitu 70.
Secara rinci dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1.1. Persentase ketuntasan belajar ulangan harian I semester   ganjil siswa MTsN Piladang pada mata pel{jaran matematika TP 2012/2013
Kelas
Jumlah Siswa
Rata-rata
Ketuntasan
<70
70
VIII1
31 orang
61,80
64,71%
35,29%
VIII2
31 orang
65,60
49,49%
50,51%
VIII3
31 orang
65,09
60,00%
40,00%
VIII4
31 orang
60,80
58,13%
41,17%
(Sumber: Guru Bidang Studi Matematika Kelas VIII  MTsN Piladang)

Untuk mengatasi masalah di atas perlu diadakan upaya pembaharuan dalam pembelajaran matematika, pembelajaran yang dilaksanakan harus dapat menarik siswa untuk aktif dan terlibat secara mental sehingga minat dan respon siswa terhadap pembelajaran menjadi lebih baik. Melalui upaya tersebut, peneliti berharap pembelajaran matematika dapat membuat perubahan pada diri siswa. Perubahan yang diharapkan adalah siswa lebih aktif dalam pembelajaran, meningkatkan respon dan hasil belajar siswa, dan siswa mampu membagi pengetahuan yang dimilikinya kepada orang lain. Jika siswa tersebut mampu membagi pengetahuan matematika yang dimilikinya kepada orang lain, maka siswa tersebut dapat menolong dirinya sendiri dan orang lain untuk memecahkan masalah matematika.
Salah satu model pembelajaran yang sesuai dengan penjelasan di atas adalah model pembelajaran aktif  tipe quiz team. Model pembelajaran aktif tipe quiz team merupakan salah satu pembelajaran aktif yang dikembangkan oleh Mel Silberman, dimana siswa dibagi kedalam beberapa team. Pada awal pembelajaran guru mengenalkan materi kepada siswa, setelah materi diperkenalkan maka semua aggota team bersama-sama mempelajari materi yang diberikan oleh guru, saling memberikan arahan, saling memberikan pertanyaan dan jawaban untuk memahami materi tersebut. Setiap team bertanggung jawab untuk menyiapkan quiz  jawaban, kemudian diadakan suatu quiz (pertandingan) akademis antar team, team A memberikan quiz kepada team B, team B kepada team C, begitu seterusnya sehingga setiap team mendapatkan quiz dan menjawab quiz dari team yang lain. Jika quiz yang diberikan tidak mampu dijawab oleh suatu team tertentu maka team yang lain diperbolehkan untuk menjawabnya, dan jika team yang lain juga tidak mampu untuk menjawabnya maka team yang memberikan quiz yang akan menjelaskan jawabannya. Jika siswa yang pandai mengajari siswa yang kurang pandai dan siswa yang mengerti memberi tahu kepada siswa yang belum mengerti, maka tidak akan ada siswa yang merasa segan untuk bertanya, tidak akan ada siswa yang merasa paling pintar, dan semua siswa akan saling mendengarkan serta akan saling memberikan arahan.
Jika model pembelajaran tipe quiz team ini dilaksanakan secara tepat dan benar, maka akan menghasilkan peserta didik yang mampu memahami dan memaknai suatu peristiwa. Serta, apabila dalam proses pembelajaran dibuat menyenangkan, dimana menggunakan model pembelajaran yang tepat dan dapat membangkitkan minat belajar siswa serta pemahaman siswa pada pelajaran matematika, maka siswa akan merasa lebih senang dan tidak bosan dalam mengikuti kegiatan belajar. Selain itu, siswa akan senantiasa aktif belajar dengan motivasi yang tinggi agar dapat memperoleh nilai yang tinggi dalam pertandingan, siswa akan mampu mengaitkan pelajaran dalam kehidupan mereka sehari–hari dan siswa akan memiliki minat untuk belajar matematika sehingga aktivitas dan hasil belajar matematika siswa akan meningkat.
Berdasarkan latar belakang masalah, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : “PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN AKTIF (ACTIVE LEARNING) TIPE QUIZ TEAM  DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA SISWA KELAS VIII MTsN PILADANG TAHUN PELAJARAN 2012/2013”.
B.       Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah maka dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut:
1.    Pembelajaran di kelas masih terpusat pada guru.
2.    Aktifitas siswa dalam pembelajaran belum berkembang secara optimal yang tergambar pada aktifitas siswa yang masih monoton.
3.    Guru masih menggunakan model pembelajaran yang cenderung sama pada setiap kali pertemuan sehingga menyebabkan kurangnya minat dan respon siswa terhadap pembelajaran.
4.    Hasil belajar matematika siswa masih rendah dengan indikasi banyaknya siswa yang belum mencapai Ketuntasan Kompetensi Minimal (KKM) yang telah ditetapkan sekolah.
5.    Guru masih cenderung memperhatikan kelas secara keseluruhan sehingga perbedaan individual kurang mendapat perhatian.
C.      Batasan Masalah
Karena keterbatasan kemampuan yang dimiliki, maka masalah-masalah yang dibahas dalam penelitian ini hanya difokuskan pada aktifitas, respon, dan hasil belajar siswa terhadap penerapan Model Pembelajaran Aktif (Active Learning) tipe Quiz team pada mata pelajaran matematika di kelas VIII  MTsN Piladang Tahun Pelajaran 2012/2013.
D.      Rumusan Masalah
Untuk memudahkan penulis dalam penyusunan dan penulisan karya ilmiah ini, maka penulis merumuskan permasalahan ini dalam bentuk pertanyaan yaitu:
1.    Bagaimanakah aktifitas siswa selama mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran aktif (active learning) tipe quiz team  berlangsung?
2.    Bagaimanakah respon siswa setelah mengikuti pembelajaran dengan model  pembelajaran aktif (active learning) tipe quiz team  diterapkan?
3.    Apakah hasil belajar matematika siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model  pembelajaran aktif (active learning) tipe quiz team  lebih baik dari pada siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional?
E.       Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan penelitian yang akan diteliti, maka penelitian ini bertujuan untuk :
1.    Mengetahui aktifitas siswa selama mengikuti pembelajaran dengan model  pembelajaran aktif (active learning) tipe quiz team  berlangsung.
2.    Mengetahui respon siswa setelah mengikuti pembelajaran dengan model  pembelajaran aktif (active learning) tipe quiz team  diterapkan.
3.    Mengetahui hasil belajar matematika siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model  pembelajaran aktif (active learning) tipe quiz team  dan  yang mengikuti pembelajaran konvensional.
F.       Definisi Operasional
Agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam memahami proposal ini, maka peneliti akan menjelaskan beberapa istilah dibawah ini:
1.         Pembelajaran Aktif (Active Learning)
Pembelajaran aktif (active learning merupakan pembelajaran yang mengarahkan kepada pengoptimalisasian pelibatan intelektual-emosional siswa dalam proses pembelajaran, dengan pelibatan fisik siswa apabila diperlukan”[4].
2.         Tipe Quiz team
Model Pembelajaran tipe quiz team merupakan model pembelajaran aktif yang dikembangkan oleh Mel Silberman, yang mana dalam pembelajaran tipe quiz team ini siswa dibagi menjadi beberapa team. Setiap siswa dalam team bertanggung jawab untuk menyiapkan quiz jawaban singkat, dan team yang lain menggunakan waktunya untuk memeriksa catatan[5].

3.          Pembelajaran Konvensional
Pembelajaran Konvensional adalah pembelajaran yang dilakukan secara klasikal dengan strategi ekspositori dan pemberian tugas secara individu yang menggunakan komunikasi satu arah.
4.         Aktivitas Siswa
Aktifitas siswa adalah keseluruhan kegiatan yang dilakukan siswa selama pembelajaran . Pada penelitian ini aktifitas yang diteliti melliputi: mendengarkan/memperhatikan, bertanya, menjawab pertanyaan, dan meringkas materi pembelajaran.
5.         Respon siswa
Respon siswa adalah tanggapan siswa terhadap kegiatan pembelajarannya.
6.         Hasil Belajar
Hasil belajar  siswa adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.
G.      Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan berguna sebagai:
1.    Pengalaman, bekal dan pengetahuan bagi peneliti dalam mengajar matematika dimasa mendatang, khususnya dalam penggunaan model pembelajaran tipe quiz team.
2.    Memberikan sumbangan pemikiran bagi guru matematika dalam kegiatan pembelajaran.
3.    Masukan bagi guru matematika dan calon guru matematika dalam upaya meningkatkan hasil belajar matematika siswa dan kualitas belajar siswa.
4.    Informasi bagi guru dan mahasiswa untuk dapat melakukan penelitian lebih lanjut.

BAB II
LANDASAN TEORI

A.    Belajar dan Pembelajaran
Belajar merupakan suatu proses aktif dari setiap individu. Seseorang mengalami proses perubahan tingkah laku bila melakukan proses belajar. Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman (learning is defined as the modification or strengthening of behavior trhough experiencing).[6] Menurut pengertian ini, belajar adalah merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat akan tetapi lebih luas dari itu yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan perubahan kelakuan.[7]
Morgan menjelaskan bahwa: “Belajar adalah perubahan perilaku yang bersifat permanen sebagai hasil dari pengalaman”[8]. Sedangkan menurut Slameto, “Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”[9]. Selanjutnya Muhibbin Syah juga menyebutkan bahwa: “Belajar dapat dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif”[10].
Bertolak dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang dialami peserta didik akibat berinteraksi dengan lingkungannya, belajar lebih mengutamakan proses bukan hasil. Seseorang yang melakukan proses belajar akan mendapatkan suatu hal berupa perubahan tingkah laku sesuai dengan proses belajar yang ia lalui dan hasil yang ia harapkan.
B.     Pembelajaran Matematika
Berdasarkan etimologis (Ela Tinggih, 1972:5), perkataan matematika berarti ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar”[11]. Hal ini dimaksudkan bukan berarti ilmu matematika diperoleh dengan bernalar akan tetapi matematika lebih menekankan aktifitas dalam dunia rasio (penalaran) sedangkan ilmu lain lebih menekankan pada hasil observasi atau eksperimen disamping penalaran. Sementara itu, James dan James (1976) dalam Suherman menyatakan bahwa: “Matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk susunan, besaran dan konsep-konsep yang berhubungan dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi menjadi tiga bidang aljabar, analisis dan geometri”.[12]
Pada pembelajaran khususnya pembelajaran matematika, hendaknya siswa dapat terlibat aktif didalamnya, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.  Menurut Cobb dalam Suherman, “belajar matematika bukanlah suatu proses (pengepakan) pengetahuan secara hati-hati, melainkan hal mengorganisir aktifitas, dimana kegiatan ini diinterprestasikan secara luas termasuk aktifitas dan berfikir konseptual”.[13] Jadi pembelajaran matematika adalah suatu pembelajaran yang sengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suatu lingkungan yang memungkinkan siswa melaksanakan kegiatan belajar matematika dimana siswa diberikan peluang untuk berusaha dan memahami dalam mencari pengalaman tentang matematika secara mendalam dan terstruktur.
C.    Model Pembelajaran Tipe Quiz Team
a.         Pengertian Tipe Quiz Team
Model Pembelajaran tipe quiz team merupakan model pembelajaran aktif yang dikembangkan oleh Mel Silberman, yang mana dalam pembelajaran tipe quiz team ini siswa dibagi menjadi beberapa tim. Setiap siswa dalam tim bertanggung jawab untuk menyiapkan kuis jawaban singkat, dan tim yang lain menggunakan waktunya untuk memeriksa catatan[14].
Dalam pembelajaran tipe quiz team ini, pembelajaran diawali dengan guru menerangkan konsep dasar secara klasikal, lalu siswa dibagi kedalam beberapa kelompok. Kelompok yang dibentuk adalah kelompok yang heterogenitas. Menurut Anita Lie, “kelompok heterogenitas dapat dibentuk dengan memperhatikan keaneka ragaman gender, latar belakang social-ekonomi dan etnik, serta kemampuan akademis (satu berkemampuan tinggi, sedang dan berkemampuan rendah)”[15]. Cara Pengelompokan pada pembelajaran tipe quiz team ini, yaitu dengan menggunakan langkah-langkah yang telah diterapkan oleh Anita Lie. Semua anggota kelompok bersama–sama mempelajari materi tersebut, saling memberikan arahan, saling memberi pertanyaan dan jawaban. Setelah materi selesai, maka diadakan suatu pertandingan akademis.
b.   Prosedur Model Pembelajaran Tipe Quiz Team
Silberman mengungkapkan prosedur pembelajaran dengan menggunakan tipe quiz team adalah sebagai berikut:
1.    Guru memilih topik yang bisa disajikan dalam tiga segmen
2.    Siswa dibagi kedalam tiga kelompok besar
3.    Guru menjelaskan skenario pembelajaran
4.    Guru menyajikan materi pelajaran
5.    Guru meminta tim A untuk menyiapkan kuis jawaban singkat, sementara tim B, dan tim C menggunakan waktu untuk memeriksa catatan mereka
6.    Tim A memberikan kuis kepada tim B. Jika tim B tidak dapat menjawab pertanyaan maka tim C diperbolehkan menjawabnya
7.    Tim A mengarahkan pertanyaan berikutnya kepada tim C dan mengulang proses tersebut
8.    Ketika kuisnya selesai, lanjutkan segmen kedua dari pelajaran dan mintalah tim B sebagi pemandu kuis
9.    Setelah tim B menyelesaikan kuisnya, lanjutkan dengan segmen ketiga dari pelajaran dan tunjuklah tim C sebagi pemandu kuis[16].

Sesuai langkah-langkah yang dikemukakan Mel Silberman diatas, maka langkah-langkah penggunaan pembelajaran aktif tipe quiz team dalam proser pembelajaran pada penelitian ini adalah:
1)   Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok kecil berdasarkan kelompok yang heterogenitas yaitu terdiri dari siswa laki-laki dan siswa perempuan, siswa yang berkemampuan tinggi, sedang dan rendah
2)   Guru memberikan informasi mengenai prosedur pelaksanaan quiz team dalam kelompok
3)   Guru menyajikan materi pada siswa
4)   Guru meminta tim A untuk menyiapkan kuis jawaban singkat, sementara tim B, dan tim yang lain  menggunakan waktu untuk memeriksa catatan mereka
5)   Tim A memberikan kuis kepada tim B. Jika tim B tidak dapat menjawab pertanyaan maka tim C atau tim yang lain diperbolehkan menjawabnya.
6)   Tim A mengarahkan pertanyaan berikutnya kepada tim C dan mengulang proses tersebut dan begitu seterusnya sampai semua tim mendapatkan pertanyaan
7)   Ketika kuisnya selesai, lanjutkan segmen kedua dari pelajaran dan mintalah tim B sebagi pemandu kuis.
8)   Setelah tim B menyelesaikan kuisnya, lanjutkan dengan segmen ketiga dari pelajaran dan tunjuklah tim C sebagai pemandu kuis, begitu seterusnya sampai semua tim mendapatkan kesempatan sebagai pemateri.

D.    Pembelajaran Konvensional
1.      Pembelajaran Konvensional
Pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran yang dilakukan secara klasikal dengan strategi ekspositori dan pemberian tugas secara individu yang menggunakan komunikasi satu arah. Dapat dikatakan bahwa pembelajaran konvensional lebih menitik beratkan pada keaktifan guru. Pembelajaran konvensional yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pembelajaran yang biasa dilaksanakan dengan strategi ekspositori.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Eman Suherman:
Pada strategi ekspositori dominasi guru banyak berkurang, karena tidak terus menerus bicara, ia berbicara pada awal pelajaran, menerangkan materi dan contoh soal pada waktu-waktu yang diperlukan saja. Siswa tidak hanya mendengar dan membuat catatan tetapi juga membuat soal latihan dan bertanya  kalau tidak mengerti, guru dapat memeriksa pekerjaan siswa secara individu atau kelompok.[17]

Untuk kelas kontrol, kegiatan pembelajaran konvensional yang dilakukan oleh guru yaitu dengan strategi ekspositori, dimana guru menyampaikan materi dan menyelesaikan contoh soal, dan siswa menerima apa yang disampaikan oleh guru, setelah itu siswa diberikan soal latihan yang diselesaikan secara individu. Pada akhir pembelajaran, guru bersama siswa menyimpulkan pelajaran.
Menurut Nasution, pembelajaran konvensional memiliki ciri–ciri sebagai berikut:
a.    Tujuan tidak dirumuskan secara spesifik kedalam kelakuan yang dapat diukur
b.    Bahan pelajaran diberikan kepada kelompok atau kelas secara keseluruhan tanpa memperhatikan siswa secara individu
c.    Bahan pelajaran umumnya berbentuk ceramah, kuliah, tugas tertulis, dan media lain menurut pertimbangan guru
d.   Berorientasi pada kegiatan guru dan mengutamakan kegiatan belajar
e.    Siswa kebanyakan bersifat pasif mendengar uraian guru
f.     Semua siswa harus belajar menurut kecepatan guru mengajar
g.    Penguatan umumnya diberikan setelah dilakukan ulangan atau ujian
h.    Keberhasilan belajar umumnya dinilai guru secara subjektif
i.      Pengajar umumnya sebagai penyebab dan penyalur informasi utama, dan
j.      Siswa biasanya mengikuti beberapa tes atau ulangan mengenai bahan yang dipelajari dan berdasarkan angka hasil tes atau ulangan, itulah nilai rapor yang diisikan.[18]

Dari uraian di atas terlihat bahwa pada pembelajaran konvensional siswa lebih banyak bersifat pasif mendengarkan uraian dari guru yang diberikan dalam bentuk ceramah, hal ini dapat menyebabkan belajar siswa menjadi belajar menghafal sehingga pengetahuan yang diperoleh lebih cepat terlupakan.  Dalam pembelajaran ini guru tidak dapat memperhatikan siswa secara individu karena materi pelajaran diberikan kepada kelas secara keseluruhan, sehingga keaktifan siswa belum terlihat dan guru juga belum bisa membedakan kemampuan belajar setiap indivu, baik perbedaan pengetahuan, minat, dan bakat, serta perbedaan gaya belajar.
Pembelajaran konvensional biasanya diawali dengan penjelasan tentang materi atau konsep matematika oleh guru, dilanjutkan dengan memberikan contoh soal, contoh soal tersebut dibahas oleh guru dengan melibatkan siswa dalam menyelesaikan, kemudian memberikan siswa soal-soal latihan, dan diakhiri dengan pemberian tugas kepada siswa. Pembelajaran konvensional yang dimaksudkan disini adalah pembelajaran yang biasa dilakukan guru di kelas yaitu melalui strategi ekspositori.
Kelebihan dan kekurangan pembelajaran konvensional adalah:
1.         Kelebihan pembelajaran konvensional
a.    Dapat mengontrol urutan dan keluasan materi pelajaran, dengan demikian dapat mengetahui sampai sejauh mana siswa menguasai bahan pelajaran yang disajikan.
b.    Strategi pembelajaran ekspositori dianggap sangat efektif apabila materi pelajaran yang harus dikuasai siswa cukup luas, sementara itu waktu yang dimiliki untuk belajar terbatas.
c.    Melalui strategi pembelajaran ekspositori selain siswa dapat mendengar melalui penuturan tentang suatu materi pelajaran, juga sekaligus bias melihat atau mengobservasi(melalui pelaksanaan demontrasi).
d.   Bisa digunakan untuk jumlah siswa dan ukuran kelas yang besar.
2.         Kelemahan pembelajaran konvensional
a.    Strategi pembelajaran ini hanya mungkin dapat dilakukan terhadap siswa yang memiliki kemampuan mendengar dan menyimak secara baik.
b.    strategi ini tidak mungkin dapat melayani perbedaan setiap individu baik perbedaan kemampuan, perbedaan pengetahuan, minat, dan bakat, serta perbedaan gaya belajar.
c.    Karena strategi ini lebih banyak melalui ceramah, maka akan sulit mengembangkan kemampuan siswa dalam hal kemampuan sosialisasi, hubungan interpersonal, serta kemampuan berfikir kritis.
d.   Keberhasilan strategi pembelajaran ekspositori sangat tergantung kepada apa yang dimiliki guru, seperti persiapan, pengetahuan, rasa percaya dir,semangat, antusiasme, motivasi dan berbagai kemampuan seperti kemampuan bertutur ( berkomunikasi), dan kemampuan mengelola kelas. Tanpa itu sudah dapat dipastikan proses pembelajaran tidak mungkin berhasil.
e.    Oleh karena gaya berkomunikasi strategi pembelajaran lebih banyak terjadi satu arah, maka kesempatan untuk mengontrol pemahaman siswa akan materi pelajaran akan sangat terbatas pula. Disamping itu komunikasi satu arah bias mengakibatkan pengetahuan yang dimiliki siswa akan terbatas pada apa yang diberikan guru. [19]


2.       Perbedaan Model Pembelajaran Aktif (Active Learning) Tipe Quiz Team Dengan Pembelajaran Konvensional
Berdasarkan kajian teori diatas, maka dapat dibedakan antara pembelajaran aktif (active learning) tipe quiz team dengan pembelajaran konvensional:
Table 3 : Perbedan Model Pembelajaran Aktif Tipe Quiz Team Dengan Pembelajaran Konvensional.
Tipe Quiz Team
Konvensional
1.     Tujua dirumuskan secara spesifik kedalam kelakuan yang dapat diukur
2.     Pembelajaran dengan diskusi kelompok kecil
3.     Siswa aktif dan guru hanya sebagai fasilitator
4.     Adanya pertandingan akademis antar kelompok/tim
5.     Bahan pelajaran diberikan kepada kelompok kecil dengan memperhatikan siswa secara individu
1.    Tujuan tidak dirumuskan secara spesifik kedalam kelakuan yang dapat diukur
2.    Pembelajaran dengan ceramah

3.    Siswa pasif dan guru aktif

4.    Siswa hanya mengerjakan latihan soal yang diberikan oleh guru
5.    Bahan pelajaran diberikan kepada kelompok atau kelas secara keseluruhan tanpa memperhatikan siswa secara individu

E.     Aktifitas Siswa
Kegiatan pembelajaran tidak terlepas dari aktifitas, sebab belajar dan mengajar adalah berbuat untuk mengubah tingkah laku melalui kegiatan. Itulah sebabnya aktifitas merupakan prinsip dasar dalam interaksi pembelajaran.
Aktifitas siswa dalam kelas dapat dilihat dari partisipasi siswa terhadap pembelajaran yang sedang berlangsung. Dalam pembelajaran, aktifitas siswa terlahir karena adanya motivasi dan dorongan. Oleh sebab itu, guru harus berupaya untuk membimbing siswa agar dapat beraktifitas secara maksimal.  Aktifitas yang dimaksud adalah aktifitas yang berhubungan dengan pembelajaran dikelas.
Aktifitas dapat berupa interaksi siswa dengan guru, siswa dengan siswa, dan siswa dengan lingkungannya. Berbagai macam aktifitas dapat dilakukan siswa di dalam kelas. Paul B Diedrich dalam Sardiman membagi aktifitas belajar siswa sebagai berikut:
a.    Visual activities, seperti: membaca, memperhatikan gambar demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain.
b.    Oral activities, seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi.
c.    Listening activities, seperti mendengarkan: uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato.
d.   Writing activities, seperti menulis cerita, karangan, laporan, angket, menyalin.
e.    Drawing activities, seperti: membuat grafik, peta, diagram.
f.     Motor activities, misalnya: melakukan percobaan, membuat konstruksi, mereparasi, berkebun, beternak.
g.    Mental activities, misalnya; menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan.
h.    Emotional activities, misalnya: menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup.[20]

Dalam pembelajaran di kelas, semua aktifitas ini saling mendukung satu sama lain. Jika siswa aktif dalam belajar maka tujuan pembelajaran akan mudah tercapai.
Setelah disesuaikan dengan strategi pembelajaran quiz team, maka aktifitas yang  akan diamati dalam  penelitian ini adalah seperti yang diperlihatkan dalam tabel berikut:

Tabel 2.2. Aktifitas yang Akan Diamati
No
Indikator Aktifitas
Aktifitas Yang Diamati
1.
Visual activities
Membaca materi pada bahan pelajaran
2.
Writing  Activities
Membuat pertanyaan yang sesuai dengan materi pelajaran
3.
Mental Activities
Menyelesaikan/mecahkan soal
4.
Oral Activities
a.    Mempresentasikan jawaban di depan kelas
b.   Menanggapi presentasi siswa yang tampil


F.     Respon Siswa
Respon adalah istilah yang digunakan oleh psikologi untuk menamakan reaksi terhadap rangsang yang diterima oleh panca indera. Respon biasanya diwujudkan dalam bentuk perilaku yang dimunculkan setelah dilakukan perangsangan. Teori Behaviorisme menggunakan istilah respon yang dipasangkan dengan rangsang dalam menjelaskan proses terbentuknya perilaku.
Respon adalah interaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat berupa pikiran, perasaan, gerakan atau tindakan. Respon akan mempengaruhi persepsi orang lain terhadap individu tersebut dan pada gilirannya akan mempengaruhi interaksi sosial antar individu.
Respon yang dimaksud dalam penelitian ini adalah yang berkaitan dengan komponen pembelajaran setelah siswa mengikuti pembelajaran Model  Pembelajaran Aktif (Active Learning) tipe Quiz team  yaitu: materi pelajaran, cara belajar, dan cara guru mengajar.
G.    Hasil Belajar
Hasil belajar adalah segala sesuatu yang diperoleh setelah melakukan kegiatan pembelajaran dan menjadi indikator keberhasilan seorang siswa dalam mengikuti pembelajaran. Setelah pembelajaran siswa memperoleh pengetahuan yang dapat mengubah tingkah laku mereka.
Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Merujuk pemikiran Gagne, hasil belajar berupa:
1)   Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan merespons secara spesifik. Kemampuan tersebut tidak memerlukan manipulasi simbol, pemecahan masalah, maupun penerapan aturan.
2)   Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang. Keterampilan intelektual terdiri dari kemampuan mengategorisasi, kemampuan analisis-sintesis fakta-konsep dan mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan. Keterampilan intelektual merupakan kemampuan melakukan aktifitas kognitif bersifat khas.
3)   Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktifitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah.
4)   Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani.
5)   Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut. Sikap berupa kemampuan menginternalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai. Sikap merupakan kemampuan menjadikan nilai-nilai sebagai standar perilaku.[21]

Hasil belajar yang baik hanya akan dapat dihasilkan melalui proses pemanfaatan semua potensi yang ada. Hasil belajar dapat dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga harus dioptimalkan penggunaanya.
Hasil belajar yang dicapai siswa melalui proses belajar mengajar yang optimal cenderung menunjukkan hasil yang berciri sebagai berikut:
a)    Kepuasan dan kebanggaan yang dapat menumbuhkan motivasi belajar intrinsik pada diri siswa. Motivasi intrinsik adalah semangat juang untuk belajar yang tumbuh dari dalam diri siswa itu sendiri. Siswa tidak akan mengeluh dengan prestasi yang rendah, dan ia akan berjuang lebih keras untuk memperbaikinya. Sebaliknya, hasil belajar yang baik akan mendorong pula untuk meningkatkan, setidak-tidaknya mempertahankan, apa yang telah dicapainya.
b)   Menambah keyakinan akan kemampuan dirinya. Artinya, ia tahu kemampuan dirinya dan percaya ia punya potensi yang tidak kalah dari orang lain apabila ia berusaha sebagaimana harusnya. Ia juga yakin tidak ada sesuatu yang tidak dapat dicapai apabila ia berusaha sesuai dengan kesanggupannya.
c)    Hasil belajar yang dicapainya bermakna bagi dirinya seperti akan tahan lama diingatnya, membentuk perilakunya, bermanfaat untuk mempelajari aspek lain, dapat digunakan sebagai alat untuk memperoleh informasi dan pengetahuan lainnya, kemauan dan kemampuan untuk belajar sendiri, dan mengembangkan kreatifitasnya.
d)   Hasil belajar diperoleh siswa secara menyeluruh (komprehensif), yakni mencakup ranah kognitif, pengetahuan, wawasan, ranah afektif atau sikap dan apresiasi, serta ranah psikomotoris, keterampilan, atau perilaku. Ranah kognitif terutama adalah hasil yang diperolehnya sedangkan ranah afektif dan psikomotoris diperoleh sebagai efek dari proses belajarnya, baik efek instruksional maupun efek nurturant atau efek samping yang tidak direncanakan dalam pengajaran.
e)    Kemampuan siswa untuk mengontrol atau menilai dan mengendalikan dirinya terutama dalam menilai hasil yang dicapainya maupun menilai dan mengendalikan poses dan usaha belajarnya. Ia tahu dan sadar bahwa tinggi-rendahnya hasil belajar yang dicapainya bergantung pada usaha dan motivasi belajar dirinya sendiri.[22]

Kaitannya dengan pembelajaran, maka hasil belajar merupakan sasaran yang ingin dicapai setelah pembelajaran berlangsung. Tentunya hasil yang diharapkan adalah hasil yang maksimal. Untuk mencapai hasil belajar yang maksimal sangat diperlukan kesiapan mental. Kesiapan ini dalam wujud kemauan dan rasa ingin tahu terhadap materi yang dipelajari. Siswa akan selalu bertanya tentang segala sesuatu yang tidak mereka ketahui sehingga mereka akan termotifasi dan aktif dalam mencari jawaban terhadap pertanyaan- pertanyaan mereka sendiri.
Sementara itu ( Bloom : 1956 ) dalam taksonominya terhadap hasil belajar (Taksonomi Bloom) mengkategorikan hasil belajar menjadi tiga domain yaitu:
a.    Domain kognitif (cognitive domain). Domain ini memiliki enam jenjang kemampuan, yaitu: pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension), penerapan (application), analisis (analysis), sintesis (synthesis), dan evaluasi (evaluation).
b.    Domain afektif (affective domain), yang terdiri atas beberapa jenjang kemampuan, yaitu: kemampuan menerima (receiving), kemampuan menanggapi/menjawab (responding), menilai (valuating), dan organisasi (organization).
c.    Domain psikomotor (psychomotor domain), yaitu kemampuan peserta didik yang berkaitan dengan gerakan tubuh atau bagian-bagiannya, mulai dari gerakan yang sederhana sampai dengan gerakan yang kompleks.[23]

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil belajar pada hakekatnya adalah perubahan tingkah laku yang menyangkut bidang pengetahuan nilai (kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotor). Terkait dengan hasil belajar di atas, maka hasil belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah aspek kognitif yang akan diukur dengan tes hasil belajar.
H.    Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah: Apendi, dengan penelitian yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Aktif (Active Learning) Tipe Quiz pada Siswa Kelas SMP Negeri 7 Bukittinggi Tahun Pelajaran 2011/2012”. Pada penelitian ini hasil belajar matematika siswa yang menggunakan pembelajaran quiz team lebih baik dari pada hasil belajar matematika siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional.
I.       Kerangka Konseptual
Berdasarkan masalah dan teori yang telah dikemukakan, maka peneliti dapat memberikan gambaran dalam pembelajaran yang menggunakan pembelajaran quiz team pada kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional pada kelas kontrol. Model pembelajaran quiz team diharapkan dapat meningkatkan aktifitas dan hasil belajar siswa. Perbedaan hasil belajar siswa dapat dilakukan dengan menggunakan tes. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada skema berikut :
          siswa
PBM
Kelas kontrol
Dengan Pembelajaran konvensional
Kelas eksperimen
Dengan tipe quiz team
Hasil belajar
Hasil belajar
            Diperbandingkan
respon
aktifitas

Untuk melihat adanya perkembangan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran, model pembelajran aktif tipe quiz team ini dapat dilihat dari lembar observasi yang digunakan nantinya. Sedangkan  untuk melihat adanya peningkatan hasil beajar siswa dapat dilihat dari nilai siswa pada tes akhir. 
Dalam pelaksanaannya, model pembelajaran aktif tipe quiz team ini dapat merangsang siswa untuk mengembangkan kemampuan memecahkan masalah, mengambil keputusan dan keterampilan mengevaluasi serta mendorong siswa untuk bertanggung jawab terhadap belajarnya sendiri maupun dalam berkelompok. Jadi, siswa akan menjadi lebih kreatif dan memiliki ide-ide orisinil.
J.      Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara dari rumusan masalah berlandaskan kajian teori yang telah di jelaskan sebelumnya. Hipotesis penelitian ini adalah Hasil belajar matematika siswa yang mengikuti model pembelajaran aktif (active learning) tipe quiz team lebih baik dari pada hasil belajar matematika siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional pada siswa kelas VIII MTsN Piladang

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A.    Jenis Penelitian
Sesuai dengan jenis permasalahan dan tujuan penelitian yang telah dikemukakan maka jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen. “Eksperimen merupakan metode yang mengungkapkan hubungan antara dua variabel atau lebih untuk mencari pengaruh suatu variabel dengan variabel lain.[24] Tujuannya adalah untuk menyelidiki kemungkinan hubungan  sebab akibat dengan cara mengenakan pada satu atau lebih kondisi perlakuan dan membandingkan hasilnya dengan satu atau lebih kelompok kontrol yang tidak dikenai kondisi perlakuan. Pada penelitian ini, penelitian eksperimen yang digunakan adalah penelitian pra eksperimen yaitu penelitian yang mengandung ciri eksperimental dalam jumlah yang kecil.[25]
Untuk keperluan tersebut maka digunakan dua kelas, yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Siswa kelas eksperimen diajar dengan model  pembelajaran aktif (active learning) tipe quiz team , sedangkan kelas kontrol dengan pembelajaran konvensional
B.     Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah The Static Group Comparison Design. Sampel dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Perlakuan yang diberikan pada kelas eksperimen adalah penerapan model  pembelajaran aktif (active learning) tipe quiz team. Sedangkan pada kelas kontrol dilakukan pembelajaran konvensional  . 
Tabel 3.1.
Rancangan penelitian The Static Group Comparison Design [26]

Kelas
Treatment
Posttest
Eksperimen
X1
O
Kontrol
X2
O

Keterangan:
X1  =
Perlakuan yang diberikan pada kelas eksperimen, yaitu kegiatan pembelajaran dengan menggunakan Model  Pembelajaran Aktif (Active Learning) tipe Quiz team  .
X2  =
Perlakuan yang diberikan pada kelas kontrol, yaitu kegiatan pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran konvensional.
O =
Tes akhir yang diberikan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol di akhir penelitian

C.    Populasi dan Sampel
1)      Populasi
 Populasi adalah seluruh individu yang dimaksudkan untuk diteliti.[27] Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII   MTsN Piladang tahun pelajaran 2012/2013 .

Distribusi siswa setiap kelas dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 3.2. Distribusi siswa kelas VIII   MTsN Piladang tahun  pelajaran 2012/2013 .
Kelas
Jumlah Siswa
VIII1
31 orang
VIII 2
31 orang
VIII 3
31 orang
VIII 4
31 orang
Jumlah Total
124 orang
             (Sumber: Tata Usaha MTsN Piladang )
2)      Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi yang diambil secara representatif atau mewakili populasi yang bersangkutan atau bagian kecil yang diamati.[28]  
Dalam penelitian ini mengingat jumlah populasi 4 kelas maka hanya dibutuhkan 2 kelas sebagai sampel yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Agar sampel yang diambil representatif artinya benar-benar mencerminkan populasi, maka pengambilan sampel dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a.       Mengumpulkan nilai ulangan harian I semester ganjil matematika siswa kelas VIII MTsN Piladang yang diperoleh dari guru mata pelajaran matematika.
b.      Melakukan uji normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui populasi berdistribusi normal atau tidak, sehingga langkah selanjutnya tidak menyimpang dari kebenaran.

Hipotesis yang diajukan adalah:
H0= Populasi berdistribusi normal.
H1= Populasi berdistribusi tidak normal
Untuk melihat sampel berdistribusi normal, digunakan uji Liliefors dengan langkah-langkah sebagai berikut:
                           1)          Data X1, X2, X3, ……, Xn diperoleh dan disusun dari data yang terkecil sampai yang terbesar.
                           2)          Mencari skor baku dari skor mentah dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Dimana:
     S              = Simpangan Baku
                  = Skor rata-rata
     Xi             = Skor dari tiap siswa           
                           3)          Dengan menggunakan daftar distribusi normal baku, kemudian dihitung peluang F (Zi) = P (P < Zi)
                           4)          Menghitung jumlah proporsi skor baku yang lebih baku atau sama Zi yang dinyatakan dengan S(Zi) dengan menggunakan rumus:
    
                           5)          Menghitung selisih F (Zi) – S(Zi), kemudian ditentukan nilai mutlaknya.
                           6)          Ambil harga mutlak yang terbesar dari harga mutlak selisih itu diberi simbol Lo.  Lo = maks  
                           7)          Bandingkan nilai Lo yang diperoleh dengan nilai Lo yang ada pada tabel. Pada taraf 0,05 jika Lo ≤ Ltabel maka Ho diterima dan dapat disimpulkan bahwa sampel berasal dari populasi berdistribusi normal.[29]

Peneliti menggunakan Software minitab untuk lebih mengakuratkan data penelitian, dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1.      Input data ke dalam Software minitab;
2.      Klik stat, kemudian pilih Basic Statistic, klik normality test;
3.      Tentukan variable yang akan diinput, kemudian klik OK.
Data berdistribusi normal, apabila harga Pvalue lebih besar dari taraf nyata .
c.    Melakukan uji homogenitas variansi.
Uji homogenitas tujuannya adalah untuk mengetahui apakah populasi mempunyai variansi homogen atau tidak. Uji homogenitas dilakukan dengan uji Barlett dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1)        Membuat hipotesis, yaitu:
H0   : populasi mempunyai variansi homogen
H1   : populasi mempunyai variansi tidak homogen
2)        Menghitung variansi masing-masing kelompok.
3)        Menghitung variansi gabungan dari populasi menggunakan rumus:
 .
4)        Menghitung harga satuan Barlett (B) dengan rumus:
5)        Menghitung harga satuan Chi-kuadrat (X2) dengan rumus:
6)        Membandingkan  dengan  dengan kriteria bila  <  untuk taraf nyata (α = 0,05) maka terima H0 artinya populasi homogen.[30]

Setelah dilakukan perhitungan dengan Uji Barlett  diperoleh X2hitung = 7,886. Jika α = 0,05, dari daftar chi-kuadrat dengan dk = 6 didapat  = 12,592, sehingga dapat disimpulakan bahwa populasi mempunyai variansi homogen karena  < . Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran IV.
Peneliti menggunakan Software minitab untuk lebih mengakuratkan data penelitian dalam menentukan populasi homogen, dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1.      Input data ke dalam Software minitab;
2.      Klik stat, kemudian pilih Basic Statistic, klik 2 variances;
3.      Tentukan variable yang akan diinput, kemudian klik OK.
Data disebut homogen, apabila harga Pvalue lebih besar dari taraf nyata . Data homogen jika Pvalue  dan tidak homogen jika sebaliknya.
d.   Melakukan uji kesamaan rata-rata
Adapun langkah-langkah dalam menguji kesamaan rata-rata populasi adalah:
1)        Tuliskan hipotesis statistik yang diajukan
H0:
H1: sekurang-kurangnya dua rata-rata tidak sama
2)        Tentukan taraf nyatanya (α)
3)        Tentukan wilayah kritiknya dengan menggunakan rumus:
4)        Tentukan perhitungan melalui tabel berikut:


Populasi

1
2
3
K
X11
X12
X1n
X21
X22
X2n
X31
X32
X3n

Xk1
Xk2
Xkn

Total
T1
T2
T3
Tk
T
Nilai
Tengah
1
2
3
k
       Tabel 3.5. Data Hasil Belajar Siswa Kelas Populasi
Perhitungannya dengan menggunakan rumus:
Jumlah Kuadrat Total (JKT)
Jumlah Kuadrat untuk nilai tengah Kolom (JKK)
Jumlah Kuadrat Galat (JKG)  JKT­  JKK
Masukkan data hasil perhitungan ke dalam tabel berikut:
Tabel 3.6. Analisis Ragam Bagi Data  Hasil Belajar Siswa Kelas     Populasi
Sumber Keragaman
Jumlah Kuadrat
(JK)
Derajat Bebas (dk)
Kuadrat Tengah
Fhitung
Nilai tengah kolom
JKK
k-1
Galat
JKG
Total
JKT



5)        Keputusannya:
H0 diterima jika  
H0 ditolak jika

Analisis variansi dilakukan dengan cara teknik anava satu arah dengan f < f α (k – 1, ). Setelah dilakukan perhitungan maka diperoleh hasilnya yaitu .
Untuk lebih mengakuratkan data dalam menentukan kesamaan rata-rata suatu populasi, peneliti menggunakan Software minitab. langkah-langkah yang dilakukan sebagai berikut:
1.      Input data ke dalam Software minitab;
2.      Klik stat, kemudian pilih ANOVA, klik One Way, ;
3.      Tentukan variable yang akan diinput, kemudian klik OK.
Data disebut memiliki kesamaan rata-rata, apabila Pvalue yang diperoleh lebih besar dari taraf nyata
e.    Menentukan sampel
Jika populasi berdistribusi normal, mempunyai variansi yang homogen serta memiliki kesamaan rata-rata, maka pengambilan sampel dapat dilakukan secara acak. Pengambilan kelas sampel pada penelitian ini dilakukan dengan cara sampling parphosif, kelas sampel ditentukan oleh guru dengan beberapa pertimbangan. Melalui pertimbangan tersebut maka guru menetapkan kelas VIII  1 sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII  2 sebagai kelas kontrol.
D.    Variabel
Variabel dapat diartikan sebagai pengelompokan yang logis dari dua atribut atau lebih.[32]
Adapun yang menjadi variabel dalam penelitian ini adalah:
a.         Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi variabel lain. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah penerapan model  pembelajaran aktif (active learning) tipe Quiz team   pada mata pelajaran matematika di kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional pada kelas kontrol.
b.         Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar siswa akibat penerapan model  pembelajaran aktif (active learning) tipe Quiz team  .
c.         Variabel perantara. Variabel perantara dalam penelitian ini adalah aktifitas dan respon siswa akibat penerapan model pembelajaran aktif tipe quiz team.
E.     Jenis dan Sumber Data
1.         Jenis Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a)        Data primer yaitu data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti dari sumber utamanya.[33] Data primer dalam penelitian ini adalah tentang aktifitas, respon siswa dan hasil belajar matematika siswa yang di peroleh setelah mengadakan eksperimen.
b)        Data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui pengumpulan atau pengolahan data yang bersifat studi dokumentasi berupa penelaahan terhadap dokumen pribadi, resmi kelembagaan, referensi-referensi atau peraturan yang memiliki relevansi dengan fokus permasalahan penelitian.[34] Data sekunder dalam penelitian ini adalah nilai ulangan harian I semester ganjil matematika siswa kelas VIII MTsN Piladang tahun ajaran 2012/2013 .
2.         Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas sampel, guru bidang studi matematika kelas VIII dan kantor tata usaha MTsN Piladang.

F.   Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dalam tiga tahap,yaitu:
1)   Tahap Persiapan
Hal- hal yang dilakukan dalam tahap persiapan ini adalah:
a.    Menetapkan tempat dan jadwal penelitian.
b.    Mengurus surat izin penelitian pada pihak kampus.
c.    Mengurus izin penelitian kepada pemerintahan Kabupaten 50 Kota.
d.   Menyusun materi pelajaran penelitian.
e.    Menentukan kelas sampel..
f.     Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP.
g.    Membuat kisi-kisi soal tes hasil belajar.
h.    Membuat soal uji coba untuk tes hasil belajar.
i.      Mempersiapkan lembar observasi untuk mencatat aktifitas siswa dan respon siswa.
j.      Menvalidasi instrumen penelitian kepada ahlinya.
k.    Mempersiapkan observer untuk mengamati aktifitas siswa, observer dalam penelitian ini adalah mahasiswa yang bersedia membantu peneliti.
l.      Melalukan uji coba soal tes.
m.  Menyusun soal tes akhir berdasarkan analisis soal uji coba beserta pembahasannya.

2)   Tahap Pelaksanaan
Pada tahap ini dilakukan pembelajaran pada masing-masing kelas, yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pembelajaran pada kelas eksperimen menggunakan pembelajaran quiz team sedangkan kelas kontrol menggunakan pembelajaran konvensional. Langkah-langkah pembelajaran pada kedua kelas tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.7.    Langkah-langkah Pembelajaran Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Kelas Eksperimen
Kelas Kontrol
1)   Pendahuluan (10 menit)
Apersepsi
a)    Guru memberikan apersepsi dengan mengkaitkan materi yang akan dipelajari dengan materi sebelumnya.
b)   Guru menginformasikan SK, KD, indikator dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
c)    Guru menyampaikan strategi dan penerapan pembelajaran yang digunakan.
Motivasi
d)   Guru memberikan penjelasan bahwa keaktifan dalam pembelajaran akan menjadi nilai plus bagi setiap siswa dan materi yang dipelajari akan bermanfaat bagi siswa.
1)   Pendahuluan (10 menit)
Apersepsi
a)    Guru memberikan apersepsi dengan mengkaitkan materi yang akan dipelajari dengan materi sebelumnya.
b)   Guru menginformasikan SK, KD, indikator dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.

2)   Kegiatan inti (60 menit):
Eksplorasi
a)    Guru mengelompokkan siswa dalam beberapa team.
b)   Guru memperkenalkan materi pembelajaran dan memberi pengetahuan terbatas kepada siswa.
Elaborasi
c)    Setiap team membuat satu soal quiz beserta jawaban tentang materi yang sedang dipelajari.
d)   Team A melemparkan pertanyaan kepada team B, team B ke team C dan begitu seterusnyansecara berurutan sampai setiap kelompok mendapatkan pertanyaan dan segera mencari jawabannya.
e)    Guru berperan sebagai juri, jika jawaban yang diberikan salah maka team lain diperbolehkan untuk menjawabnya dan jika team yang lain juga tidak bisa menjawabnya maka team yang memberikan soal segera menjelaskan jawabannya.
Konfirmasi
f)    Guru memberikan penekanan terhadap jawaban yang telah dijawab siswa.
g)   Guru memberikan latihan kepada siswa secara individu.
2)    Kegiatan inti (60 menit):
Eksplorasi
a)    Guru menjelaskan materi.
b)   Guru memberikan contoh soal yang berhubungan dengan materi yang dipelajari.
Elaborasi
c)    Guru memberikan latihan dan meminta siswa untuk mengerjakan latihan secara individu.
d)   Guru membantu siswa yang kesulitan dalam mengerjakan soal.
e)    Guru meminta siswa untuk mengerjakan latihan di papan tulis.
f)    Guru bersama dengan siswa mengoreksi hasil yang telah ditemukan oleh temannya.
Konfirmasi
g)   Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengajukan pertanyaan mengenai materi yang dianggap sulit dan memberikan penjelasan terhadap pertanyaan tersebut.
h)   Guru memberikan penguatan.

3)   Kegiatan penutup (10 menit):
a)    Guru membimbing siswa untuk menyimpulkan materi yang telah dipelajari.
b)   Guru memberikan pekerjaan rumah kepada siswa untuk pemantapan materi.
c)    Guru meminta siswa untuk mempelajari materi pertemuan selanjutnya.
3)   Kegiatan penutup (10 menit):
a)    Guru bersama siswa menyimpulkan materi yang telah dipelajari.
b)   Guru memberikan pekerjaan rumah kepada siswa untuk pementapan materi.
c)    Guru meminta siswa untuk mempelajari materi pertemuan selanjutnya.

3)   Tahap Penyelesaian
Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap ini adalah sebagai berikut:
a.    Memberikan tes akhir pada masing-masing kelas sampel.
b.    Memberikan angket respon siswa kepada setiap siswa pada kelas eksperimen.
c.    Mengolah data hasil tes akhir, lembar observasi, dan angket respon siswa, penulis lakukan setelah penelitian berakhir.
d.   Menarik kesimpulan berdasarkan hasil yang diperoleh sesuai dengan teknik analisis data yang digunakan.

G.      Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini digunakan beberapa instrumen untuk melihat aktifitas, respon, dan hasil belajar siswa, yaitu:
1.         Lembar observasi
Lembar observasi yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan ciri- ciri individu aktif dan divalidasi oleh validator. Lembar observasi ini digunakan  untuk memperoleh informasi tentang  aktifitas siswa selama pembelajaran quiz team berlangsung.
Aktifitas yang diamati dalam penelitian ini adalah:
1.        Membaca materi pada bahan pelajaran
2.        Membuat pertanyaan yang sesuai dengan materi pelajaran
3.        Memecahkan/menyelesaikan soal
4.        Mempresentasikan jawaban di depan kelas
5.        Menanggapi presentasi siswa yang tampil
2.         Angket
Angket digunakan untuk mengetahui respon siswa terhadap pelaksanaan pembelajaran quiz team. Angket respon siswa ini berisi pernyataan-pernyataan tentang tanggapan siswa terhadap pembelajaran yang dilaksanakan. Angket diberikan setelah akhir pembelajaran. Angket diisi oleh setiap peserta didik yang mengikuti kegiatan pembelajaran dengan pembelajaran quiz team, dalam angket ini berisikan dua alternatif jawaban, yaitu iya dan  tidak.
3.         Tes Hasil Belajar
Tes yang diberikan adalah tes berbentuk essay. Karena tes essay dapat mendorong siswa untuk mengorganisasikan dan mengintegrasikan ide-idenya sendiri. Dalam penyusunan tes tersebut, penulis melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
a.         Menentukan tujuan mengadakan tes yaitu mengatahui sejauh mana pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran dan melihat apakah strategi pembelajaran yang digunakan berhasil diterapkan.
b.        Membuat batasan terhadap materi pelajaran yang akan diuji.
c.         Membuat kisi-kisi tes hasil belajar.
d.        Menyusun butir-butir soal tes sesuai kisi-kisi yang telah dibuat
e.         Membuat pembahasan soal tes hasil belajar.
f.         Validasi tes.
Validitas tes ini bertujuan untuk mengetahui validitas tes secara teoritis ( validitas isi ). Dalam suatu tes, tes dikatakan valid apabila materi yang akan diteskan kepada siswa sesuai bahan-bahan pelajaran yang diatur dalam Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang telah digariskan dalam kurikulum. Soal-soal tes diberikan kepada beberapa orang ahli untuk menvalidasi soal-soal yang telah dibuat.
g.        Melakukan uji coba tes
Sebelum tes dilaksanakan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol, tes perlu diujicobakan. Hal ini bertujuan untuk melihat apakah soal yang telah disusun dapat digunakan atau perlu direvisi.  
h.        Analisis butir soal tes
Analisis ini dilakukan untuk melihat dan mengidentifikasi soal- soal yang baik, kurang baik dan soal yang tidak baik sama sekali.
Hal- hal yang dilakukan dalam melakukan analisis butir soal adalah:
1)   Validitas
Suatu tes dikatakan valid apabila tes tersebut dapat mengukur apa yang seharusnya diukur.
Untuk menentukan nilai validitas digunakan rumus:
Keterangan:
 Koefisien korelasi antara varabel X dan Y
 Jumlah testee
 Jumlah perkalian antara skor item dan skor total
 Jumlah skor item
 Jumlah skor total[35]

Adapun kriteria nilai validitas soal adalah sebagai berikut:
a)      Antara 0,800 sampai dengan 1,00   : sangat tinggi
b)      Antara 0,600 sampai dengan 0,800             : tinggi
c)      Antara 0,400 sampai dengan 0,600             : cukup
d)     Antara 0,200 sampai dengan 0,400             : rendah
e)      Antara 0,000 sampai dengan 0,200             : sangat rendah.[36]

Berdasarkan hasil analisis validitas tes diperoleh nilai R masing-masing item soal kemudian dicocokkan dengan kriteria interpretasi product moment.
2)   Reliabilitas Soal
Suatu tes dikatakan reliabel apabila tes tersebut dilakukan berulang- ulang kali akan memperoleh hasil yang tetap.
Tes yang diberikan dalam penelitian ini adalah tes berbentuk uraian.
Untuk menentukan reliabilitas soal digunakan rumus:
 
Dengan:
Koefisien reliabelitas tes
 Banyaknya butir item yang dikeluarkan dalam tes
Jumlah varian skor dari tiap item
= Varian total

Rumus varians:
Klasifikasi reliabilitas menurut Slamet Santoso adalah:

  reliabilitas sangat tinggi
  reliabilitas tinggi
  reliabilitas sedang
  reliabilitas rendah
 reliabilitas sangat rendah[37]

3)   Tingkat Kesukaran Soal
Tingkat kesukaran soal adalah suatu bilangan yang menunjukkan sulit mudahnya suatu soal. Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sulit. Menurut Zainal Arifin, untuk menghitung tingkat kesukaran dapat digunakan langkah-langkah berikut:
a)    Menghitung rata-rata skor untuk tiap butir soal dengan rumus:


b)   Meghitung tingkat kesukaran dengan rumus:
c)    Membandingkan tingkat kesukaran dengan kriteria berikut:
0,00 – 0,30 = sukar
0,31 – 0,70 = sedang
0,71 – 1,00 = mudah
d)   Membuat penafsiran tingkat kesukaran dengan cara membandingkan koefisien tingkat kesukaran dengan kriteria. [38]

4)   Daya Pembeda Soal
Daya pembeda digunakan untuk mengukur kemampuan suatu soal untuk membedakan siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. Menurut Zainal Arifin, untuk menentukan daya pembeda soal maka dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
                                                    a.         Menghitung jumlah skor total tiap peserta didik.
                                                   b.         Mengurutkan skor total mulai dari yang terbesar sampai dengan skor terkecil.
                                                    c.         Menetapkan kelompok atas dan kelompok bawah. Jika jumlah peserta didik banyak (di atas 30) dapat ditetapkan 27%.
                                                   d.         menghitung rata-rata skor atas untuk masing-masing kelompok (kelompok atas maupun kelompok bawah).
                                                    e.         Menghitung daya pembeda soal dengan menggunakan rumus:
   

Keterangan:
DP           = daya pembeda                                                                                                        = rata-rata kelompok atas                                                                                     = rata-rata kelompok bawah
Skor Maks = skor maksimum
                                                    f.         Membandingkan daya pembeda dengan kriteria seperti berikut:
0,40 ke atas        = sangat baik
0,30 – 0,39         = baik
0,20 – 0,29         = cukup, soal perlu diperbaiki
0,19 ke bawah    = kurang baik, soal harus dibuang. [39]



H.      Teknik Analisa Data
1.    Lembar observasi
Data aktifitas yang diperoleh melalui lembar observasi menurut Anas Sudijono dianalisis dengan menggunakan rumus persentase, yaitu:
 
Keterangan:
 Persentase aktifitas
 Frekuensi aktifitas yang dilakukan
Jumlah siswa.[40]

Kriteria penilaian aktifitas dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:
a)    Jika persentase penilaian aktifitas adalah 1%- 25% maka aktifitas tergolong sedikit sekali.
b)   Jika persentase penilaian aktifitas adalah 26%- 50% maka aktifitas tergolong sedikit.
c)    Jika persentase penilaian aktifitas adalah 51%- 75% maka aktifitas tergolong banyak.
d)   Jika persentase penilaian aktifitas adalah 76%- 100% maka aktifitas tergolong banyak sekali.[41]

Persentase aktifitas belajar siswa ini dipantau setiap kali pertemuan, sehingga dapat diketahui bagaimana perkembangan aktifitas siswa dalam pembelajaran quiz team.
2.    Angket
Data respon siswa yang diperoleh dari angket dianalisis dalam bentuk persentase. Kriteria respon siswa dalam pengisian angket menggunakan skala Guttman, yang mempunyai dua interval yaitu: ya-tidak.[42] Respon siswa dikategorikan positif, jika respon positif untuk setiap aspek yang direspon diperoleh persentase minimal 75%. Untuk mencari persentase respon siswa tiap aspek digunakan rumus:[43]
   
3.    Tes hasil belajar
            Tes hasil belajar dapat diukur dengan cara uji hipotesis. Uji hipotesis dilakukan secara statistik dengan melakukan uji- t. Pengujian hipotesis ini dilakukan dengan langkah- langkah sebagai berikut:
a)    Uji Normalitas
Melakukan uji normalitas data terhadap nilai tes hasil belajar matematika kelas VIII   yang bertujuan untuk mengetahui apakah data tersebut  berdistribusi normal atau tidak.
Hipotesis yang diajukan adalah:
H0= Data berdistribusi normal.
H1= Data berdistribusi tidak normal
Untuk melihat data berdistribusi normal, digunakan uji Liliefort dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1)   Data X1, X2, X3, ……, Xn diperoleh dan disusun dari data yang terkecil sampai yang terbesar.
2)   Mencari skor baku dari skor mentah dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Dimana:
     S              =        Simpangan Baku
                  =        Skor rata-rata
     Xi             =        Skor dari tiap soal      
3)   Dengan menggunakan daftar distribusi normal baku, kemudian dihitung peluang F (Zi) = P (P < Zi)
4)   Menghitung jumlah proporsi skor baku yang lebih baku atau sama Zi yang dinyatakan dengan S(Zi) dengan menggunakan rumus:
    
5)   Menghitung selisih F (Zi) – S(Zi), kemudian ditentukan nilai mutlaknya.
6)   Ambil harga mutlak yang terbesar dari harga mutlak selisih itu diberi simbol Lo.  Lo = maks  
7)   Bandingkan nilai Lo yang diperoleh dengan nilai Lo yang ada pada tabel. Pada taraf 0,05 jika Lo ≤ Ltabel maka Ho diterima dan dapat disimpulkan bahwa data tersebut berasal dari populasi berdistribusi normal.[44]

Langkah- langkah dalan uji normalitas kelas sampel sama dengan uji normalitas kelas populasi yaitu sama- sama menggunakan uji Liliefors.
Peneliti menggunakan Software minitab untuk lebih mengakuratkan data penelitian, dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1.      Input data ke dalam Software minitab;
2.      Klik stat, kemudian pilih Basic Statistic, klik normality test;
3.      Tentukan variable yang akan diinput, kemudian klik OK.
Data berdistribusi normal, apabila harga Pvalue lebih besar dari taraf nyata .
b)   Uji Homogenitas Variansi sampel
Uji homogenitas tujuannya adalah untuk mengetahui apakah sampel mempunyai variansi homogen atau tidak. Uji homogenitas dilakukan dengan uji Barlett dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1.      Membuat hipotesis, yaitu:
H0 :  =  
H1 : paling sedikit satu tanda  sama dengan tidak berlaku
2.      Menghitung variansi masing-masing kelompok
3.      Menghitung variansi gabungan dari populasi menggunakan rumus:

4.      Menghitung harga satuan Barlett dengan rumus:
            

5.      Menghitung harga satuan Chi-kuadrat (X2) dengan rumus:
            X2 = (ln 10)
6.      Membandingkan  dengan  dengan kriteria bila  <  untuk taraf α maka terima H0 artinya populasi homogen. [45]

Peneliti menggunakan Software minitab untuk lebih mengakuratkan data penelitian dalam menentukan data homogen, dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1.      Input data ke dalam Software minitab;
2.      Klik stat, kemudian pilih Basic Statistic, klik 2 variances;
3.      Tentukan variable yang akan diinput, kemudian klik OK.
Data disebut homogen, apabila harga Pvalue lebih besar dari taraf nyata . Data homogen jika Pvalue  dan tidak homogen jika sebaliknya.
c)    Uji Hipotesis
Setelah dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas, selanjutnya dilakukan uji hipotesis. Uji hipotesis bertujuan untuk melihat perbandingan hasil belajar kedua kelas sampel. Dengan hipotesis yaitu:
H0 : μ1 = μ2 : Hasil belajar matematika siswa yang mengikuti pembelajaran quiz team sama dengan hasil belajar siswa yang mengikuti strategi pembelajaran konvensional.
H1 : μ1 > μ2 : Hasil belajar matematika siswa yang mengikuti pembelajaran quiz team lebih baik dari hasil belajar matematika siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.
Dimana adalah rata-rata kelas eksperimen dan adalah rata-rata kelompok kontrol.
Setelah dilakukan analisis diperoleh bahwa data berdistribusi normal dan variansinya homogen, maka uji statistik yang digunakan adalah uji t dengan rumus:
dengan
Dimana:
    =     Nilai rata-rata kelas eksperimen
    =     Nilai rata-rata kelas kontrol
S12     =     Variansi hasil belajar kelas eksperimen
S22     =     Variansi hasil belajar kelas kontrol
S       =     Simpangan baku
n1      =     Jumlah siswa kelas eksperimen
n2      =     Jumlah siswa kelas kontrol

Kriteria:
Terima Ho jika , dimana  didapat dari daftar distribusi t dan taraf nyata 0,05 dan dk = n1 + n2 – 2, untuk harga t lainnya Ho ditolak.[46]

Peneliti menggunakan Software minitab untuk lebih mengakuratkan data penelitian dalam menentukan hasil uji hipotesis, dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1.      Input data ke dalam Software minitab;
2.      Klik stat, kemudian pilih Basic Statistic, klik 2T ;
3.      Tentukan variable yang akan diinput, kemudian klik option, pilih greather than, klik OK.
Kriteria pengujian adalah H0 diterima apabila Pvalue  0,05, jika sebaliknya H0 ditolak.


DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zainal. 2009. Evaluasi Pembelajaran, Prinsip, Teknik, Prosedur. Bandung: Rosdakarya.
Arikunto, Suharsimi. 2008. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Depdiknas. 2001. Penyusunan Butir Soal dan Instrumen Penelitian. Jakarta: Depdiknas.
Dimyati dan  Mudjiono. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
    Hamalik, Oemar. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Iskandar. 2008. Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial. Jakarta: Gaung Persada Press.
Lie, Anita. 2002. Cooperative Learning. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.
Nasution. 2000. Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Sardiman. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo.
Silberman, Mel. 2007. Active Learning (101 Strategi Pembelajaran Aktif,. Yogyakarta : Pustaka Insane Madani.
Sudijono, Anas. 2005. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Sudjana, Nana. 2010. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Suherman, Erman dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA.
Suprijono, Agus. 2010. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Suryabrata, Sumadi. 2004. Metodologi Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Syah, Muhibbin. 2003. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Syamsuddin & Vismaia. 2007. Metode Penelitian Pendidikan Bahasa .Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Triyanto. 2010. Mendesain Strategi Pembelajaran Inovatif Progresif. Jakarta: Kencana.
Walpole, Ronal. 1992. Pengantar Statistik. Jakarta : PT. Gramadia Pustaka Utama.
Winarsono, Tulus. 2002. Statistik dalam Penelitian Psikologi dan Pendidikan. Malang: UMM Press.


[1] Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: JICA, 2003), h.58
[2] Depdiknas, Penyusunan Butir Soal dan Instrumen Penelitian, (Jakarta: Depdiknas, 2001), h.12
[3] Oemar Hamalik,  Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta : Bumi Aksara, 2008), h. 52
[4] Dimyati dan  mudjiono, belajar dan pembelajaran,  (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1999), hal.115
[5] Mel Silberman, Active Learning ( 101 Strategi Pembelajaran Aktif), (Yogyakarta : Pustaka Insane Madani, 2007), hal.163
[6]Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 1999), cet. ke-2, h. 36
[7] Oemar Hamalik, … …, h. 36
[8] Agus Suprijono, Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010),h.3
[9] Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h.2
[10] Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2003), h.92
[11] Erman Suherman,...,h.18
[12] Erman Suherman,...,h.18
[13] Erman Suherman,...,h.71
[14] Mel Silberman, Active Learning ( 101 Strategi Pembelajaran Aktif), (Yogyakarta : Pustaka Insan  Madani, 2007), hal. 163
[15] Anita Lie,Cooperative Learning, (Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia,2002), hal.40
[16] Mel Silberman, …….. , hal. 163
[17] Erman Suherman,...,h.171
[18] Nasution,,hal.209
[19]  Wina Sanjaya,…, h. 190
[20] Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), h.101
[21] Agus Suprijono,…,h.5-6
[22] Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), h.56
[23] Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, Prinsip, Teknik, Prosedur,  (Bandung: Rosdakarya, 2009), h.21-23
[24] Sudjana, Metode Statistik, (Bandung: PT. Tarsito, 2005), h.19
[25] Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), h.99
[26] Syamsuddin & Vismaia, Metode Penelitian Pendidikan Bahasa, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007) , h. 158
[27] Tulus Winarsono , Statistik dalam Penelitian Psikologi dan Pendidikan, (Malang: UMM Press, 2002), h.12
[28] Iskandar, Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2008), h.69
[29] Sudjana,,h.466-477
[30] Sudjana,…, h. 261-263
[31] Ronal, E. Walpole, Pengantar Statistik. ( Jakarta : PT. Gramadia Pustaka Utama, 1992), h.383
[32] Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), h.133
[33] Iskandar,...,h.77
[34] Iskandar,...,h.77
[35] Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h.72
[36] Suharsimi Arikunto,, h.72
[37] Suharsimi Arikunto,,h.109
[38] Zainal Arifin,…,h. 135
[39] Zainal Arifin,…, h. 133
[40] Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada, 2005),h.43
[41] Dimyati dan Mudjiono...,h.115
[42] Iskandar,…,h.83
[43] Triyanto, Mendesain Strategi Pembelajaran Inovatif Progresif, (Jakarta: Kencana, 2010), h.243
[44] Sudjana,…,h.466-477
[45] Sudjana,…,h.261-263
[46] Sudjana,...,h.239